Kamis, 01 Oktober 2020

Tetangga masak gitu?

Akhirnya hari ini datang juga. Hari yang paling aku benci, karena kepulangannya. Sebut saja Deni, tetangga sebelah rumahku, sekaligus keponakan dari istriku. Dia pulang dari Jakarta. Setelah beberapa bulan disana. Padahal saat itu pandemic covid-19 mulai merebak, yaitu 16 maret 2020. Hari ini Jumat, 02 oktober 2020, dia balik lagi ke desa Ledok. Kedatangannya saja sudah bikin heboh keluarga, mulai dari listrik rumahnya yang harus dinyalakan, sampai berbagai persiapan kecil yang dilakukan oleh saudara sepupuku. Padahal sebelumnya berkali-kali dia bilang dengan gayanya yang sok kaya akan pasang listrik sendiri. Karena listrik yang aku pakai dan disalur sama dia adalah listrik musholla dengan status untuk kepentingan sosial.

Hal yang paling menyebalkan darinya adalah rasa menang sendiri, karena dia adalah cucu tertua dari mbah jami. Yang secara tidak langsung adalah keponakan dari istriku, itu sebabnya dia memanggilku “Pak Dhe”. Selain itu dia merasa paling pintar dalam segala hal, dan serba bisa, meski aku tidak tahu bagaimana kenyataannya. Hampir semua barang yang ada disini diakui sebagai miliknya. Karena yang membuat atau memasang adalah bapaknya. Aku sendiri tidak tahu yang sebenarnya, disini saya hanya anak mantu, dan disuruh menempati rumah Pak Lik yang kebetulan ada musholla di depan rumahnya. Semua barang dirumah ini kukira warisan dari Pak Lik dan tinggal pakai, ternyata malah diakui sebagai miliknya. Kalau misalnya dipakai bersama mungkin saya masih bisa memaklumi. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Dia membuat batas rumah sendiri sesuai versinya dan tidak boleh dijamah oleh keluargaku, padahal sebelumnya kami biasa memakainya, seperti kamar mandi yang letaknya di ujung rumah.

Karena rumah ini sudah jelas dibagi dua, saya sebetulnya ikhlas. Namun sifat semena-mena dan mengakui semua barang adalah miliknya plus rasa sok tahu dan sok bisa segalanya membuat saya eneg. Setiap kali ada masalah yang berhubungan dengannya saya lebih baik mundur. Karena saya merasa percuma berhubungan dengan orang seperti itu. Sifat yang terlihat justru malah kekanak-kanakan karena mau menang sendiri.

Kini dia pulang, aku berharap dia segera pergi lagi, meski aku belum tahu batang hidungnya pagi ini. Saudara sepupu yang lain pernah menasehati bahwa dia tidak akan bertahan lama tinggal di suatu tempat, jadi lihat saja kelakuannya. Namun dia lupa menyampaikan lihat juga penderitaan hidup sama dia. Rasa tertekan yang sering timbul karena tidak nyaman jika ada dia, seperti mata atau CCTV yang selalu mengintai kita jika melakukan sesuatu. Itu sebabnya saudara sepupuku mempersiapkan kedatangannya ala kadarnya seperti menyalakan listrik seperti yang dia pinta di dalam pesan WA. Namun bagiku EGP dan aku tidak mau tahu dengn apa yang dia lakukan. Bagiku wujuduhu ka adamini, keberadaannya seperti tidak ada karena rasa takut dan tertekan yang pernah dia berikan kepada keluargaku. Untuk kali ini mungkin aku belum bisa menuliskannya disini, karena terlalu sakit. Mungkin jika sudah terbiasa dengan tekanannya beberapa hari ke depan mungkin aku baru bisa menuliskannya.

Dan pesan adik sepupuku yang sekarang jadi guru di SMEA NEGERI 1 CEPU adalah bersabar dan berdoa. Yakinlah bahwa suatu saat semua hal akan menemukan masa indah, jika waktunya sudah tepat. Meski aku tak terlalu berharap, semoga itu benar-benar terjadi pada keponakan istriku yang satu ini. Semoga saja dia berubah menjadi lebih baik, setelah segala macam penderitaan menderanya dalam beberapa tahun berakhir ini.

Namun tak tahu juga sih, sifat manusia bisa berubah sesuai moodnya masing masing, sama seperti sifatku yang sekarang yang lagi gibahin dia di akun pribadi ini. Wkwkwk…