Minggu, 05 Juli 2015

kembali ke masa lalu

Tuhan... bolehkah aku mengulang kehidupanku lagi dari umur 20 tahun? Aku ingin menikah dengan dia, iya dia. Dia yang saat ini menjadi istri orang lain. Aku hanya ingin tahu apakah aku akan menderita seperti ini? Apakah kehidupanku dengan dia akan sesakit kehidupanku sekarang. Tuhan... jika ada suatu cara atau alat untuk kembali ke masa lalu, aku ingin memperbaiki kesalahanku. Kesalahan yang terus menghantui malam-malamku. Dalam setiap mimpiku dia datang dengan segala kebencian. Entah apa yang diceritakan kepadanya hingga dia mengabaikanku di muka umum. Dia... iya dia, suami dari kekasihku. Wajahnya masam setiap kali bertemu denganku, tak ada jabat tangan atau sapaan akrab saat kami bersua. Sepertinya kekasihku menceritakan sesuatu yang buruk tentang aku, sehingga mereka menjadi pasangan yang sangat kompak menyakiti hatiku, dan mengganggu hidupku. Tuhan... satu musuh bagiku sudah sangat banyak. Aku bingung harus menghadapinya. Aku mencoba menulis surat untuknya, namun urung ku kirimkan, karena kau tak pernah bertemu dengannya. Tidak... tidak Tuhan... aku tak bisa menitipkan surat itu kepada orang lain seperti saat kami masih pacaran dulu, dimana setiap orang yang lewat di depan kami selalu bersedia ku titipi surat untuknya, seakan-akan mereka mendukung cinta kami dan bahagia jika kami bisa bersama, namun tidak dengan surat kali ini Tuhan.
Kami sama-sama telah berkeluarga, apa kata orang kalau tahu kami bersurat-suratan seperti orang yang di mabuk cinta. Meski aku tahu dia belum tentu membaca bahkan membalas suratku, mungkin surat ini akan berakhir di perapian seperti surat terakhir yang pernah ku kirimkan kepadanya saat aku memutuskan untuk memilih sahabatnya menjadi pendamping hidupku. Kukira tak akan ada suatu masalah karena aku tak bisa memenuhi keinginannya, namun sepertinya dia terlalu mencintaiku sehingga benci yang kurasakan saat ini terasa sangat mendalam dari sorot matanya. Suaminya yang tak tahu apa-apa hanya ikut-ikutan membenci, atau dia tak punya kekuatan untuk menaklukkan hatinya, sehingga dia dendam dan marah padaku karena hanya namaku yang terus bersemi di dalam hatinya. Tuhan... berbagai spekulasi telah ku beberkan, jika saja kau tunjukkan padaku mana yang benar tentang kehidupanku yang sebenarnya. Aku hanya ingin menjalani hidup ini dengan damai, tanpa musuh, namun dia... iya dia, orang yang dulu pernah kucintai, begitu membenciku. Tuhan... Kau buktikan sebuah teori “jangan mencintai seseorang terlalu dalam, karena suatu saat bisa saja orang yang kamu cintai saat ini, menjadi orang yang paling kau benci, atau sebaliknya. Tuhan... aku kesakitan dan tak tahu harus bagaimana menghadapinya selain menikmati luka-luka itu dengan diam.