Kamis, 28 November 2019

belajar bersepeda lagi

Kesibukan di semarang selain ngampus (kuliah) adalah baca buku. Namun jika sering baca buku, kadang ada sesuatu yang tidak sesuai dengan buku itu dan ingin kutulis sendiri. Seperti minggu ini, saya baru saja membaca bukunya Langit Kresna Hariadi. Penulis buku bestseller "Gajahmada". Buku itu ternyata adalah buku pertama beliau sebelum namanya terkenal seperti sekarang ini. jadi ini adalah ide orisinal beliau. Parahnya yang diceritakan adalah tentang perselingkuhan, yang mungkin berdasarkan truestory. Bisa jadi ada tetangga beliau yang dijadikan lakon, namun tentunya dengan nama yang disamarkan. Seperti Gimpul dan Darmadi. Dua tokoh yang doyan banget dengan perempuan. Bahkan menganggap hubungan sex adalah jamu yang mujarab untuk mengatasi berbagai masalah, apalagi dapat yang perawan dan cantik, bisa jadi vitamin plus-plus. By the way... Bicara soal tulis menulis mengingatkan aku pada dua redaktur Suara Merdeka yang dulu pernah membimbing kami di grup kantin banget. Sebuah komunitas remaja sejawa tengah. Namanya Budi Maryono dan Sutopo Wintarto. Karya mereka sudah keluar masuk gramedia dan sering menjadi bestseller, meski pasar yang mereka tembak adalah pasar remaja. Mereka mengibaratkan menulis itu seperti naik sepeda, kalau kita tidak naik sepeda setiap hari, dijamin kita gak bakalan bisa menulis dengan baik, bahkan mungkin yang remeh temeh seperti tanda baca, dan juga huruf besar kecil ketika berada di dalam tulisan. Dan ketika berada di Semarang ini, mau tidak mau aku harus belajar bersepeda lagi agar mempunyai tulisan yang berkualitas. Mengingat dalam dua tahun ini aku harus menyelesaikan program magisterku agar bisa lanjut program doktoral. Boleh dong aku bercita-cita setinggi mungkin, semoga jatuhnya tidak terlalu sakit. Dulu awal aku menulis dimulai dari keisenganku menulis surat untuk perempuan yang aku cintai, mulai dari adik kelas sampai kakak kelas yang menurutku cantik, karena aku orang yang minder dan tidak pandai mengungkapkan perasaan, maka aku menulis surat dan aku berikan kepadanya. tidak peduli bagaimana tanggapan mereka, ada yang menerima, namun banyak juga yang ditolak. keisengan sejak MTs itu berlanjut hingga aku sekolah di aliyah, seorang guru bahasa indonesia menawariku untuk mencari sahabat pena, istilah baru yang membuat aku mengenal gadis dari daerah lain, lalu sebuah majalah sastra horison yang ketika itu masih terbit dengan harga terjangkau, aku membolak balik halaman demi halaman majalah itu. dan aku tertarik sekali dengan sosok yang bernama evri riski monarshi, seorang mojang dari purwakarta, jawa barat. alhamdulillah suratku dibalas dan kami menjadi sahabat pena selama beberapa bulan. kini saat menulis menjadi sebuah kebutuhan maka mau tidak mau aku harus menulis lagi, kadang mata terasa pegal dan berair setiap kali di depan netbook, mungkin sudah saatnya memakai kacamata. ketika membaca bukupun rasanya juga agak perih. sambil menikmati kebiasaan lama yang muncul kembali, tak ada salahnya aku terus belajar.

Tidak ada komentar: